Memahami Kompetensi Multiliterasi 2
Oleh Mursyid
Pada sebuah seminar yang saya ikuti bertemakan kompetensi literasi, salah satu pembicara mengemukakan tentang perubahan (evolusi) berangsur-angsur dari istilah literasi ke multiliterasi dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa salah satu upaya membangun kompetensi literasi adalah membangun rasa nasionalisme. Pembicara mengungkapkan bahwa guru bisa menerapkan literasi dengan tujuan untuk membangun nasionalisme salahsatunya adalah dengan menyanyikan lagu-lagu nasional bersama siswa di dalam kelas. Lagu yang dinyanyikan bisa dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (karena seminar tersebut diikuti banyak guru Bahasa Inggris dari MGMP SMA dan SMK). Pembicara mengungkapkan bahwa kegiatan menyanyikan lagu tersebut sebagai bentuk upaya membangun rasa nasionalisme dan memperkenalkan lagu nasional dalam program literasi.
Belakangan
ini, istilah literasi menjadi sering terdengar. Namun rupanya istilah ini masih
samar dipahami oleh sebagian orang. Pada Seminar tersebut
diungkapkan bahwa literasi merupakan wujud pengembangan budi pekerti pada
Permendikbud no.23 Tahun 2015. Pada saat ini, kompetensi literasi berubah
menjadi multiliterasi. Pada mulanya literasi alphabet atau aksara yang berarti
melek aksara. Literasi aksara tujuannya menghapus buta aksara di Indonesia. Sasaran
literasi aksara adalah mampu membaca dan menulis. Selanjutnya, literasi menjadi
kemampuan untuk memahami teks. Untuk memahami literasi secara mendalam, perlu
dipahami tentang ‘teks’ terlebih dahulu. Secara umum, teks sering diartikan
sebagai teks tulis yang dicetak. Kini, terlalu sempit jika teks tulis adalah
apa yang dikatakan teks itu sendiri. Pemahaman tersebut terjadi disebabkan minimnya
pemahaman pedagogis dikalangan guru. Sehingga pada praktisnya, setiap jenis
teks yang diberikan adalah untuk menjawab pertanyaan yang tersedia. Literasi
pada konteks tersebut tidaklah salah, namun masih terkategori pemahaman literasi
tradisional atau dasar (basic literacy).
Literasi pada konteks membaca adalah keterampilan memahami, menggunakan, dan
merefleksikan hasil bacaan dalam bentuk tulisan.
Dengan
kemajuan kebutuhan zaman, kompetensi literasi menjadi sangat penting dalam
menghadapi pembelajaran abad 21. Dengan berkembangnya zaman, maka literasi bisa
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti berbagai teks dalam berbagai
bentuk yang lebih dari membaca dan menulis. Termasuk ragam teks yang dimaksud
berbentuk gambar, grafik, elektronik, termasuk kinestetik. Bahkan, gerakan
tubuh seseorang juga mengandung banyak teks. Ketika seorang siswa datang ke
dalam kelas dengan gerakan, ekspresi, dan kata maka mereka juga membawa ‘teks’
mereka. Sekali lagi, literasi itu lebih dari membaca dan menulis. Pada ruang
kelas, bagaimana mobil menghasilkan polusi dalam bentuk gambar tentu akan akan
menjadi bentuk literasi yang lebih dalam dibandingkan penjelasan dalam bentuk
teks tulis atau cetak.Dengan kata lain, segala hal yang menyampaikan arti bisa
dinyatakan sebagai ‘teks’.Ragam literasi jamak disebut multiliterasi. Jika
seseorang mampu berkemampuan seperti hal tersebut, mampu berliterasi, maka
dikatakanlah individu yang "literat". Literat dalam segala hal bentuk
teks.
Seperti
yang sudah disebut diatas, maka literasi dalam konteks kemampuan berpikir
menggunakan sumber pengetahuan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis
literasi. Literasi dalam bentuk gambar dinamakan sebagai visual literacy. Kemudian literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), dan literasi visual (visual literacy). Sebagai contoh realisasi kegiatan literasi dasar
di sekolah dapat dimulai dengan kegiatan membangun kebiasaan 15 menit setiap
hari. Literasi dasar dapat dibangun dengan membiasakan siswa untuk membaca
selama waktu yang ditentukan sebelum kegiatan pembelajaran di pagi hari maupun
sepulang sekolah setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai. Literasi perpustakaan
dapat diwujudkan dengan mengajak siswa mencari referensi bahan pustaka selama
waktu yang ditentukan di Perpustakaan. Kegiatan literasi media dapat
menggunakan media cetak seperti koran atau majalah maupun dalam bentuk
daringnya. Literasi elektronik dapat memanfaatkan aplikasi dari google
playstore bernama Flip Board agar
siswa mencari berbagai informasi yang menarik dari majalah daring berbentuk
aplikasi. Selanjutnya, setiap guru dapat merubah bentuk teks bacaan kedalam
bentuk gambar atau grafik agar menjadi literasi visual. Penjelasan lebih
lengkap dapat ditemukan pada panduan gerakan literasi sekolah di Sekolah
Menengah Atas (Kemdikbud).
Pemerintah melalui kemdikbud sudah memeberikan referensi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dalam bentuk panduan. Bagi sekolah yang belum sanggup melakukan GLS secara penuh, dapat memulainya oleh guru dengan melakukan aktivitas pembelajaran terintegarasi. Pembelajaran yang mengandung pendekatan literasi (literacy approach) di dalamnya. Pembelajaran multiliterasi dapat dibangun secara bertahap dalam beberapa tahapan yakni Persiapan-Penerapan-Pengamatan-Evaluasi, dan Tindak lanjut. Tahapan persiapan adalah menfasilitasi siswa dengan scaffolding agar mampu membaca dan menulis. Scaffolding dalam hal ini adalah teknik pembelajaran untuk memberikan bantuan pada siswa secara terus menerus, sampai siswa mampu diberi tanggung jawab mengerjakan aktivitas membaca dan menulis secara mandiri.
Pada tahapan penerapan, lingkungan belajar sangat berpengaruh pada perkembangan siswa untuk menjadi literat. Guru dapat memberikan contoh bagaimana membuat teks argumen tentang hal tertentu. Sehingga siswa dapat melihat bagaimana gurunya bukan hanya meminta siswa untuk menulis teks namun guru juga mampu menulis sebuah teks. Kemudian proses penerapan multiliterasi di sekolah dapat diamati perkembangannya dengan observasi. Agar penerapan pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas dapat terukur maka perlu dievaluasi secara rutin. Aktivitas pembelajaran multiliterasi yang berlangsung sudah efektif atau belum akan terlihat dari evaluasi tersebut. Sehingga, pada tahapan akhirnya dapat ditindak lanjuti.
Berbagai upaya penerapan multiliterasi oleh guru
dan pihak sekolah adalah upaya positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
dan pengajaran. Penerapannya dapat berupa merancang program Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) secara langsung oleh sekolah, maupun melalui pembelajaran
terintegrasi (integrated learning) yang memadukan kegiatan pembelajaran di
dalam dan diluar kelas. Secara praktis, pemanfaatan multiliterasi dapat dimulai
oleh setiap guru mata pelajaran di ruang kelas bersama siswa sebelum menjadi
program sekolah. Secara administrasi, guru dapat merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang memuat materi dan pendekatan multiliterasi. Sebagai penutup, sebelum
membantu siswa, sebagai guru mari memulai aktivitas multiliterasi dengan melatih dan mempersiapkan diri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar